counters

Selasa, 01 Oktober 2013

Nilai Aset Blok Mahakam


Majalah Fortune yang rutin menampilkan daftar 500 Perusahaan Terbesar Global setiap tahun, pada edisi Juli 2013 menempatkan Pertamina pada posisi 122 dari 500 perusahaan terbesar dunia. Sampai sekarang, Pertamina merupakan perusahaan Indonesia pertama dan satu-satunya yang masuk daftar perusahaan global terbesar tersebut (SINDO 15/7/2013).

Dalam daftar terlihat perusahaan-perusahaan yang menduduki peringkat 1-5 adalah Shell, Wal-Mart, Exxon, Sinopec dan CNPC. Dua yang disebut terakhir adalah perusahaan minyak milik China. Peringkat 6 dan 10 diduduki BP dan Total. Sedang perusahaan minyak negara Asean seperti Petronas berada pada posisi 75 dan PTT Thailand pada posisi 81.

Pemeringkatan oleh Fortune antara lain didasarkan pada tiga faktor utama yaitu nilai pendapatan, aset dan laba. Shell (peringkat 1), Total (10), Petronas (75) dan Pertamina (122), masing-masing memperoleh pendapatan  US$ 481 miliar, US$ 243 miliar, US$ 94 dan US$ 70 miliar. Sedang dari sisi nilai aset, keempat perusahaan berturut-turut memiliki US$ 360 miliar, US$ 226 miliar, US$ 159 miliar dan US$ 40 miliar.

Pertamina (2012) mencanangkan pencapaian peringkat Fortune 100 pada 2025. Tahun 2013, perusahaan yang berada pada peringkat 100 Fortune adalah China Railway dengan pendapatan US$ 77 miliar dan aset US$ 78 miliar. Pendapatan perusahaan pada peringkat 105 hingga 95 berkisar antara US$ 75 miliar hingga US$ 142 miliar. Sedang asetnya berkisar antara US$ 142 miliar hingga US$ 1000 miliar. Untuk mencapai target, maka nilai aset dan pendapatan Pertamina harus meningkat signifikan sesuai range peringkat 105-95 tersebut.

Pertamina telah mulai meningkatkan aset di dalam maupun luar negeri sejak 2008. Aset-aset potensial domestik yang lebih gampang diakuisisi adalah blok-blok migas yang habis masa kontrak. Karena itu Pertamina telah berupaya menguasai blok-blok ONWJ, WMO, Blok Mahakam, dll. Jika Pertamina telah dominan dan mendapat pengakuan di dalam negeri, maka pengakuan global pun gampang diraih. Sangat disayangkan, upaya tersebut tidak selalu berjalan mulus dan belum mendapat dukungan optimal dari Pemerintah.

Nilai Aset Blok Mahakam
Berdasarkan publikasi BP Migas (2010), cadangan Mahakam yang tersisa pada 2017 adalah 10 tcf (triliun cubic feet) gas dan 190 juta barel minyak. Namun sejumlah kalangan meyakini cadangan gas terbukti yang tersisa adalah 2 tcf, ditambah cadangan ekstra berupa kategori “2P” (proven-probable) dan “3P” (proven-probable-possible) antara 4-6 tcf. Sehingga diperkirakan cadangan yang tersisa pada 2017 adalah [2 + (4-6)] tcf = 6-8 tcf.

Jika diasumsikan cadangan migas tersisa tersebut hanya 6 TCF dan 100 juta barel, maka nilai aset Mahakam pada harga gas US$ 12/MMBtu dan minyak US$ 100/barel adalah  US$ (12/106 Btu x 6 x 1012  CF x 1000 Btu) + US$ (100/barel x 100 juta barel)  = US$ 82 miliar. Jika cadangan tersisa dianggap 8 tcf, nilai aset menjadi US$ 106 miliar, atau lebih Rp 1000 triliun! Inilah sebab utama mengapa Total dan Inpex ingin tetap menguasai Mahakam.

Setelah kontrak berakhir pada 31 Maret 2017, seluruh aset dan cadangan Mahakam menjadi milik negara. Jika Pemerintah menyerahkan pengelolaan Mahakam pada 2017 sepenuhnya kepada Pertamina, maka seluruh cadangan Mahakam bernilai minimal US$ 82 miliar menjadi milik Pertamina. Hal ini pasti akan meningkatkan nilai aset dan laba Pertamina secara signifikan guna dapat meraih predikat Forune 100. Penyerahan pengelolaan Mahakam kepada Pertamina ini tidak melanggar satu pasal pun dalam kontrak KKS Mahakam dengan Total dan Inpex.

Berdasarkan Ernst & Young (2013) biaya akuisisi cadangan migas 2012 berkisar antara 10-15% nilai aset. Karena itu jika Pertamina menguasai Mahakam, maka nilai asetnya akan meningkat minimal 10% dari US$ 84 miliar, atau US$ 8,4 miliar. Namun nilai aset tersebut bisa meningkat US$ 84 miliar jika seluruh cadangan migas diserahkan Pemerintah kepada Pertamina. Dalam hal ini, jika 50% saham Mahakam kembali dikuasai Total & Inpex, maka Pemerintah seharusnya dapat memperoleh dana minimal US$ 4,2 miliar.

Status perusahaan yang masuk peringkat 100 terbesar global sudah pasti akan meningkatkan leverage dan pengakuan internasional. Penguasaan Mahakm akan membuat Pertamina tumbuh semakin besar. Sehingga Pertamina mampu mengakuisisi lebih banyak sumber migas secara global guna meningkatkan cadangan, ketahanan energi dan penerimaan APBN. Karena itu sikap Pemerintah yang tak kunjung merestui keinginan Pertamina mengelola Mahakam sangat patut dipertanyakan.

Penguasaaan dan monetisasi sumber daya alam (SDA) oleh BUMN merupakan amanat konstitusi yang harus konsisten dijalankan. Penguasaan negara mempunyai arti membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola dan mengawasi SDA demi kemakmuran rakyat. Salah satu alasan dibubarkannya BP Migas oleh MK adalah karena hilangnya kesempatan negara memanfaatkan aset, sebab BP Migas tidak berwenang “mengelola” cadangan migas negara seperti BUMN. Karena itu, aset negara lebih banyak dimonetisasi perusahaan asing, sehingga BUMN hanya menguasai sekitar 17% produksi migas nasional.

Kekeliruan di atas sangat mendesak diperbaiki melalui perbaikan UU Migas. Namun tanpa menunggu perbaikan UU, Pemerintah dapat melakukan terobosan dengan segera menyerahkan blok-blok migas habis kontrak kepada Pertamina, terutama yang masih menyisakan cadangan besar seperti Blok Mahakam. Hal ini sejalan dengan road map jangka panjang pengembangan Pertamina menuju peringkat 100 perusahaan global .

Faktanya, Pertamina telah menyatakan keinginan dan kemampuan mengelola Mahakam sejak 2009 (20/10/2009). Pertamina pun telah membuktikan kemampuan meningkatkan produksi ONWJ yang diakuisisi dari BP tahun 2009 dari 12.000 bph menjadi 33.000 bph pada 2013. Karena itu, seandainya pun Pertamina menyatakan tidak mampu, justru menjadi tugas Pemerintah memberi dukungan. Yang terjadi, Pemerintah malah menghadang Pertamina mengelola Mahakam dengan alasan ketidakmampuan SDM, teknis, finansial, dsb.

Seorang pejabat SKK Migas yang pernah bekerja puluhan tahun di Total mengakui sekitar 98% orang Indonesia yang ada di Total akan mampu melanjutkan eksploitasi Mahakam (6/3/2013). Dari segi teknologi, seluruh sarana yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi migas dapat diperoleh dari service companies tanpa tergantung Total. Secara finansial, cadangan yang besar dapat dimonetisasi guna kemudahan memperoleh kredit.

Sambil menolak Pertamina menguasai Mahakam, Pemerintah terus membuka jalan bagi tetap dominannya pihak asing. Pemerintah (Dirjen Migas) telah setuju memberi insentif percepatan masa depresiasi yang terbayar sebelum terminasi (1/2/2013). Pemerintah pun terlibat merancang skenario “masa transisi 5 tahun”. Masalah besarnya kebutuhan investasi, hengkangnya investor asing, terganggunya pasokan kontrak gas dan ancaman penarikan investasi pun terus mengemuka guna menyukseskan skenario tsb. Hal ini tak layak dibiarkan.

Akhirnya, monetisasi dan pengelolaan Mahakam oleh Pertamina merupakan langkah terbaik dan konstitusional guna meraih predikat 100 perusahan global terbesar. Jika hal ini berhasil negara dan rakyat pasti sangat diuntungkan. Namun keinginan BUMN milik rakyat yang luhur, strategis, kontraktual dan konstitusional ini tak kunjung didukung Pemerintah. Karena itu IRESS hanya bisa mengingatkan jangan sampai peluang emas ini terlewatkan akibat KKN,  perburuan rente, konspirasi  dan ketidakmampuan menghadapi tekanan asing.

Sumber : Marwan Batubara , http://satunegeri.com.